Pengendalian Kebakaran Hutan Indonesia
Indonesia merupakan salah satu Negara besar di Benua Asia dan terbesar di kawasan Asia Tenggara. Letak geografisnya sangat stratgis karena berada di antara dua benua yaitu Asia dan Australia serta di antara dua samudra yaitu Indonesia dan Pasifik. Tersusun dari lebih 17.000 pulau yang membentang dari ujung barat Sumatera ke ujung paling timur Irian Jaya (Papua) dan ujung utara Kalimantan sampai ke ujung selatan Nusa Tenggara.
Sebagai Negara yang dilewati garis Khatulistiwa, Indonesia memiliki kawasan hutan tropis yang luas dan hutan tropika basah terluas ketiga di dunia. Kekayaan alamnya telah dikenal luas di dunia, terutama keanekaragaman hayatinya. Bappenas pada tahun 1993 mencatat bahwa Indonesia memiliki sekitar 10% dari jumlah jenis tumbuhan berbunga di dunia (25.000 jenis), 12% jenis mamalia dunia (515 jenis, 36% di antaranya adalah jenis endemik), 16% jenis reptile, 17% jenis burung (1531 jenis, 20% di antaranya endemik) dan sekitar 20% jenis ikan dunia.
Saat ini tercatat luas kawasan hutan 120 juta hektar dan 45 juta di antaranya akan dipertahankan sebagai hutan perawan. Banyak tantangan dalam melindungi hutan Indonesia, satu di antaranya adalah kebakaran.
Sejarah Kebakaran Hutan Indonesia
Kebakaran hutan di Indonesia telah dikelola sejak sebelum negara ini merdeka. Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan beberapa peraturan tentang Kehutanan dan kebakaran hutan diantaranya:
- Ordonansi Hutan Untuk Jawa dan Madura 1927 (Pasal 20, Ayat 1 dan 2)
- Provinciale Bosverordening Midden Java (Pasal 14)
- Rijkblad – Soerakarta Ongko 11 (1939)
- Lombok Raad (1947)
- Dewan Raja-Raja di Bali No. 9 (1948)
Sesudah proklamasi kemerdekaan, masalah kebakaran hutan ditangani oleh Jawatan Kehutanan dan selanjutnya oleh Direktorat Jenderal Kehutanan, Dep. Pertanian.
Pada tahun 1988, Direktorat Jenderal Kehutanan berubah menjadi Departemen Kehutanan. Kebakaran hutan ditangani oleh seksi Kebakaran Hutan (Eselon IV) pada Direktorat Perlindungan Hutan, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA). Pada masa itu sistem pengendalian kebakaran hutan mulai berkembang, meliputi pengembangan SDM melalui berbagai pelatihan bagi personil Kehutanan dan masyarakat serta pengadaan peralatan pengendalian kebaran hutan. Sistem pemadaman kebakaran dan udara dikembangkan dengan pesawat helikopter dan bamby bucket serta 2 unit FFK yang dioperasikan dengan pesawat Transall C-60.
Untuk menanggapi permasalahan kebakaran hutan (dan lahan) yang terus meningkat, maka pada tahun 1994 penanganan kebakaran hutab pada Direktorat Perlindungan Hutan ditingkatkan menjadi Eselon III yaitu Sub Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dengan dua seksi yaitu Seksi Pencegahan Kebakaran dan Seksi Penanggulangan Kebakaran.Pada periode itu Menteri Kehutanan juga membentuk Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan Nasional (PUSDALKARHUTNAS) di tingkat Pusat dan diikuti oleh para Gubernur yang membentuk Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PUSDALKARHUTLA) ddi tingkat provinsi serta Satuan Pelaksana Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (SATLAK DALKARHUTLA)di tingkat kabupaten di mana masing-masing memiliki Brigade Pemadaman Kebakaran Hutan.
Dipicu olehkebakaran hutan dan polusi asap tahun 1997-1998 di mana kebakaran diidentifikasi tidak hanya terjadi di hutan tetapi tetapi juga di lahan, khususnya kebun, maka Direktorat Jenderal Perkebunan yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pertanian bergabung dan menjadi Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Pada bulan Juli 1999 di bentuk Direktorat Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Kebun. Selanjutnya, pada tahun 2004 berganti menjadi Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan.
Berdasarkan evaluasi bahwa Brigade Pemadaman Kebakaran Hutan yang ada masih tersebar dan tidak berada dalam satu garis komando yang jelas dari tingkat Pusat sampai lapangan, tidak adanya satu lembaga tunggal yang menangani kebakaran hutan dan lahan serta masih kurangnya sumber daya pengendalian kebakaran hutan dan lahan, maka Departemen Kehutanan kemudian membentuk Brigade Pengendalian kebakaran Hutan yang diberi nama MANGGALA AGNI.
Manggala Agni
Sesuai dengan pasal 47 Tahun 1999 tentang Kehutanan, perlindungan hutan dan kawasan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk:
- Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, KEBAKARAN, daya-daya alam, hama serta penyakit; dan
- Mempertahankan dan menjaga hak-hak Negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Berdasarkan undang-undang di atas, di mana perlindungan hutan salah satunya adalah membatasi dan mencegah kerusakan hutan akibat kebakaran serta kejadian kebakaran hutan setiap tahunnya merupakan ancaman yang harus segera diselesaikan, maka Departemen Kehutanan membentuk manggala Agni.
Manggala Agni adalah Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan Indonesia yang dibentuk oleh Departemen Kehutanan pada tahun 2003.
Brigade ini dibentuk dalam rangka melaksanakan tugas pengendalian kebakaran hutan yang kegiatannya meliputi pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca-kebakaran hutan.
Visi
"Terwujudnya sistem pengendalian kebakaran hutan secara optimal dan terwujudnya kondisi masyarakat yang terlindung dari berbagai ancaman jiwa, raga dan harta benda serta terbebas dari pencemaran asap"
Misi
- Melakukan pencegahan kebakaran hutan secara optimal dengan menitikberatkan pada peningkatan kesadaran semua pihak akan bahaya kebakaran baik terhadap sumber daya hutan maupun kehidupan masyarakat, bangsa dan negara serta pengelolaan hutan yang dapat menekan resiko kebakaran;
- Memadamkan kebakaran hutan sedini mungkin dan progresif melalui pendayagunaan sumberdaya manusia yang profesional dan peralatan yang tepat guna dan berhasil guna;
- Menangani pasca-kebakaran hutan dengan titik berat rehabilitasi kawasan bekas kebakaran dan penegakan hukum dengan dukungan sumber daya manusia yang profesional, perangkat peraturan perundang-undanganan dan pedoman-pedoman teknis.
Kebijakan
- Pembangunan kelembagaan melalui pembentukan Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan yang didukung dengan personil, sarana dan prasarana yang memadai.
- Pemantapan operasional pengendalian kebakaran hutan yang meliputi pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca-kebakaran.
- Peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat.
Strategi
- Pengenalan kekuatan melalui kerjasama dengan semua pihak, pemberdayaan masyarakat serta kampanye
- Pemantapan pelaksanaan oprasi penanggulangan kebakaran hutan melalui efektivitas pelaksanaan pencegahan, pemadaman maupun penanganan paska kebakaran atau rehabilitasi.
- Pemantapan system meliputi penyempuranaan perundang-undangan, pembentukan lembaga pengendalian kebakaran hutan serta keja sama dengan pemerintahan daerah dan pemegang hak/izin.
Berdasarkan peraturan pemerintahan nomor 45 tahun 2004 tentang perlindungan hutan, pengendalian kebaran hutan di Indonesia merupakan kewajiban dan tanggung jawab setiap orang. Pengelolaannya dilaksanakan secara berjenjangan sesuai dengan tanggung jawab pengelolaan wilayah kerja. Dari tingkat paling bawah pengendalian kebakaran hutan dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab kesatuan pengelolaan hutan dan berjenjang ketingkat lebih tinggi yaitu kabupaten/kota oleh bupati/walikota, ditingkat provinsi oleh gubernur dan tingkat nasional oleh menteri kehutanan.
Peraturan pemerintahan nomor 4 tahun 2001 tentang pengendalian kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan mengamanatkan hal yang sama untuk pengendalian kebakaran lahan dan hutan. Dalam hal ini, tanggung jawab menteri kehutanan adalah jika kebakaran lahan dan hutan telah melintasi batas provinsi dan batas Negara.
Direktorat pengendalian kebakaran hutan dibentuk dengan peraturan menteri kehutanan nomor P.13/Menhut-11/2005, tentang organisasi dan tata kerja departemen kehutanan, berada di bawah direktorat jendral perlindungan hutan dan konservasi alam (Ditjen PHKA). Dalam struktur organisasinya direktorat pengendalian kebakaran hutan mempunyai 4 Sub direktorat, 1 Sub Bagian tata usaha dan kelompok jabatan fungsional sebagai berikut :
- Sub direktorat program dan evaluasi
- Seksi program
- Seksi evaluasi
- Sub di rektorat pencegahan dan penanggulangan dampak
- Seksi pencegahan
- Seksi dampak
- Sub direktorat pemadam
- Seksi pemadaman wilayah I
- Seksi pemadaman wilayah II
- Sub direktorat tenaga dan sarana prasaran
- Seksi tenaga
- Seksi sarana dan prasarana
Kegiatan Manggala Agni
Dalam rangka pengendalian kebakaran hutan, pada dasarnya pola fikirnya adalah suatu rangkaian kegiatan yang di mulai dari pencegahan, yaitu upaya untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan, pemadaman yaitu kegiatan untuk mematikan kebakaran hutan dan penanganan paska kebakaran yaitu upaya untuk identifikasi, mengevaluasi, rehabilitasi dan memantau lokasi kebakaran lahan dan hutan.
Untuk melaksanakan kegiatan tersebut diperlukaan kelembagaan yang jelas, baik mencakup perangkat lunak maupun perangak kerasnya. Pada dasarnya kegiatan pencegahan lebih diutamakan terjadinya kebakaran lebih baik dari pada kebakaran walau sekecil apapun.
- kelembagaan, Lembaga pengendalian kebakaran hutan yang dibentuk berupa wadah structural, oprasional dan fungsional kordinatif.kegiatan kelambagaan meliputi hal-hal yang menjadikan lembaga daerah oprasi Manggala Agnidalam keadaan siap untuk melaksanakan pengendalian kebakaran hutan. Kegiatan tersebut meliputi antara lain : Administrasi, Pembinaan personil, pemeliharaan peralatan serta pengembangan kegiatan pengendalian kebakaran hutan.
- Pencegahan, Kegiatan pencegahan adalah upaya yang meliputi segala hal untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan secara langsung maupun tidak langsung, kegiatannya antara lain kordinasi dengan para pihak, penyuluhan, kampanye, system informasi peringatan dini,Dll.
- Pemadaman, Kegiatan pemadaman kebakaran hutan meliputi upaya oprasional dilapangan baik dalam rangka persiapan pemadaman maupun kegiatan langsung pada setiap kebakaran hutan. Kegiatannya antara lain : Patroli, pemadaman dini, pemadaman mandiri, pemadaman gabungan.
- Penanganan pasca kebakaran, Kegiatan penanganan pasca kebakaran hutan meliputi kegiatan yang berkaitan dengan membantu penegakan hukum serta dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan bekas kebakaran. Kegiatannya meliputi antara lain pengumpulan bahan keterangan, identifikasi dan evaluasi serta pemantauan kebakaran hutan dan lahan
Satuan Manggala Agni Reaksi Taktis (SMART)
Dalam perkembangannya, Manggala Agni tidak hanya mengendalikan kebakaran di dalam kawasan hutan, khususnya kawasan konservasi, melainkan juga di lahan. Disamping itu, Manggala Agni juga melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan seperti bantuan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan penyelamatan (SAR).
Sebagai contoh, setelah terjadinya bencana alam gempa bumi dan tsunami di Nangroe Aceh Darussalam dan di Sumatra Utara pada tanggal 26 desember 2004, Manggala Agni serta melakukan langkah-langkah oprasi kemanusiaan untuk daera-daerah tersebut mulai tanggal 28 desember 2004 dan secara oprasional di lapangan selama 42 hari mulai tanggal 31 desember 2004 sampai dengan 11 februari 2005. berapa kegiatan dilaksanakan Manggala Agni antara lain evakuasi korban luka-luka maupun meninggal dunia, pemulihan fasilitas perkantora, membantu evakuasi amunisi POLRI, memberikan pengobatan dan memberikan bantuan makanan dan pakaian.
Berdasarkan hal tersebut dan perlunya pengendalian kebakaran hutan dan lahan secara cepat,efektif dan efisien maka pada 4 april 2006 di bentuk Satuan Manggala Agni Reaksi taktis (SMART). Satuan ini terdiri atas anggota Manggala Agni yang memiliki keterampilan gerak cepat sehingga sewaktu-waktu dapat dibentuk menjadi tim untuk mengatasi keadaan darurat kebakaran lahan dan hutan atau keadaan lain yang memerlukan penanganan khusus. Angota SMART tersebar disetiap daerah oprasi Manggala Agni sedikitnya 10 orang dan akan berkembang sesuai dengan kebutuhan dimasa mendatang.
Pengertian Nama Manggala agni
Manggala Agni (manggala = panglima, agni = api) mengandung pengertian bahwa sebagai panglima api, Manggala Agni mampu mengendalikan api. Kata kunci “mengendalikan” mengandung arti bahwa Manggala Agni melakukan langkah-langkah manajemen yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan, tidak hanya pemadaman, tetapi juga pencegahan dan penanganan pasca-kebakaran hutan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, kegiatan pengendalian kebakaran hutan terdiri dari:
- Pencegahan
- Pemadaman
- Penanganan Pasca Kebakaran Hutan
Dalam perkembangannya, Manggala Agni juga melakukan kegiatan pencarian dan penyelamatan (SAR) seperti yang telah dilakukan pada Operasi Penanganan Bencana Gempa Bumi dan Tsunami di Nangroe Aceh Darussalam pada awal 2005. Dalam operasi, Manggala Agni berasal dari Sumut, Riau dan jambi selama 40 hari (1 Januari s/d 10 Februari 2005) melakukan antara lain:
Evakuasi lebih dari 2000 jenazah korban tsunami;
- Pembersihan fasilitas perkantoran dan rumah sakit;
- Membantu evakuasi amunisi POLRI
- Menyampaikan sumbangan dari Dep. Kehutanan
- Membantu Pengobatan korban baik dari jajaran kehutanan maupun masyarakat umum.
Logo BRIGDALKAR
Logo BRIGDALKAR adalah segi empat bujur sangkar dengan gambar didalamnya mascot Si Pongi dan nyala api serta tulisan MANGGALA AGNI di bawahnya.
- Segi empat bujur sangkar melambangkan dua hal pokok yaitu:
- Empat factor terjadinya api yaitu bahan bakar, oksigen, panas dan manusia. Kedudukan keempat factor tersebut tidak digambarkan secara jelas dan berurutan di dalam segi empat tersebut untuk menunjukkan bahwa keempat factor mempunyai pengaruh sama besar untuk terjadinya api.
- Bidang segi empat melambangkan perisai sebagai ungkapan harapan bahwa BRIGDALKAR menjadi perisai inti atau kekuatan terdepan terhadap ancaman kebakaran hutan.
- Si Pongi adalah mascot nasional pengendalian kebakaran hutan yang telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan No 365/Kpts=ll/1996. Yang mengambil gambar Orang Utan yang memakai topi lapangan “Jagawana” . “PONGI” diambil dari nama internasional Orang Utan yaitu Pongo pygmaeus yang termasuk famili Pongoideaeu. Adapun dasar pemilihan mascot diantaranya adalah:
- Orang Utan adalah jenis satwa liar yang dilindungi dan termasuk kategori appendix I, penyebarannya terbatas di Sumatera dan Kalimantan, dan sudah cukup popular bagi masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia.
- Satwa ini hidupnya sangat bergantung pada hutan hujan tropis dan makanan utamanya adalah buah-buahan dan dedaunan serta membuat sarang di atas pohon.
- Jenis hewan ini dikenal cukup cerdik dibandingkan dengan primate lainnya. Habitatnya di Kalimantan Timur pernah rusak berat akibat kebakaran hutan pada tahun 1982/1983, yaitu kurang lebih 3,6 juta Hektar selama 6 bulan.
- Telah menjadi isyu internasional bahwa keberadaan Orang Utan harus diselamatkan dari gangguan yang salah satunya adalah akibat kebakaran.
- Api di dalam bingkai menggambarkan bahwa selama api masih dalam kendali ia aman dan bermanfaat bagi umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Oleh sebab itu BRIGDALKAR sebagai kekuatan terdepan bersama seluruh komponen masyarakat harus berupaya agar api selalu dalam pengendalian.
- Tulisan MANGGALA AGNI di luar bawah segi empat dengan panjang tulisan sama dengan lebar sisi segi empat mengisyaratkan bahwa:
- BRIGDALKAR menyangga beban dan tanggung jawab pengelolaan kebakaran hutan;
- BRIGDALKAR berada di luar empat faktor penyebab kebakaran, tetapi begitu dekat untuk menjadi pengarah dan pengawas agar keempat factor tersebut selalu dalam kendali;
- BRIGDALKAR selalu bekerja sesuai batas-batas di dalam aturan dan harus memahami persis keempat factor tersebut diatas, tetapi tetap terbuka bagi masukan-masukan dari luar.
- Warna hijau melambangkan air sebagai pemadam, hijaunya hutan yang tetap di jaga dan dipertahankan, keteduhan jiwa dan suasana yang selalu diciptakan oleh BRIGDALKAR